If You Fail to Plan, You Plan to Fail

“If You Fail to Plan, You Plan to Fail” Jika kamu gagal merencanakan, kamu merencanakan kegagalan

Boleh jadi gara-gara kutipan ini banyak orang yang tidak berani berencana dalam hidupnya. Logikanya sederhana, ya karena rencana-rencana yang telah kita buat itu hanya akan berakhir pada kegagalan sehingga memberikan kesimpulan; “Ya udah kalo begitu, tidak usah bikin rencana aja deh biar tidak gagal!”. Oleh karena itu banyak sekali dari kita lebih memilih hidup mengalir saja. Seperti sebongkah kayu yang mengikuti kemana aliran sungai akan membawanya. Mau diantukkan ke batu, boleh. Mau diterjunkan ke dalam jeram yang dalam, monggo saja. Tapi di sisi lain, banyak juga yang lebih mengutamakan perencanaan sebelum melakukan sesuatu.

Ada dua kondisi kenapa seseorang membuat sebuah perencanaan. Kondisi pertama adalah ketika seseorang itu akan MEMULAI sebuah kegiatan atau kerja. Perencanaan sebelum memulai kerja sangatlah penting terutama dalam hal menentukan ending dari kerja kita itu. Kondisi kedua adalah ketika seseorang akan SELESAI dengan suatu kerja tertentu. Orang yang berencana karena kondisi ini biasanya dia tidak bisa memastikan apa yang akan dia dilakukkan selanjutnya setelah kerjaan sebelumnya itu selesai. Dia tidak bisa memastikan. Jadi pada kondisi ini akan banyak sekali opsi yang berlandaskan “seandainya ini…” “seandainya itu…” karena semua hal mungkin. Dan belum bisa memastikan yang mana kemungkinan terbesar yang akan terjadi.

Dua kondisi diatas, adalah kondisi yang sangat umum. Akan tetapi, jika orang yang berencana hanya menggantungkan pada salah satu kondisi itu maka peluang terjadinya  “If You Fail to Plan, You Plan to Fail” akan sangat besar. Hal ini terjadi karena perencanaan kita tanpa back up yang kuat. Gambarannya begini, kita merencanakan untuk mengerjakan pekerjaan A dengan baik. Detail sekali. Lalu, setelah A selesai kita ingin mengerjakan B karena pekerjaan B itu adalah pekerjaan baru dan berbeda maka kita mesti bikin rencana baru lagi jika ingin pekerjaan B sukses. Begitu seterusnya. Tapi coba dibandingkan dengan, kita berencana mengerjakan C, tetapi selama melakukan pekerjan C tadi kita juga sudah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang akan mengarah kepada pekerjaan D. Artinya ketika selesai dengan pekerjaan sebelumnya, kita tinggal melanjutkan pekerjaan D yang dari awal sudah kita rencanakan dari awal tanpa perlu memulai perencanaan baru lagi. Sehingga time-loss dan biaya tak terduga dalam berencana juga bisa dikurangi. Sederhananya, perencanaan yang baik adalah kita merencanakan sesuatu minimal satu step di depannya. Jadi kita bisa efektif pada waktu sekaligus menakar apa yang akan terjadi di masa yang akan mendatang jika kita melakukan ini dan itu.

Lalu adakah perencanaan yang sempurna? ada!. Yang bagaimana?

Satu-satunya perencanaan yang paling sempurna adalah perencanaan Alloh Azza wa Jalla.

Bonus!

Ini salah satu contoh rencana saya dua tahun yang lalu (saya kutip dari status facebook saya bertanggal 21 februari 2011). Di saat saya sedang gila-gilanya coding SRAC untuk sebuah desain nuclear reactor. Saking gilanya waktu itu, saya sampai tidak bisa memastikan apa yang akan saya lakukan stelah selasai dengan pekerjaan ini (lulus). Jadi terpaksalah saya bikin rencana yang sederhana ini…

Memulai sesuatu harus ada rencana…

1. Lulus-KuliahLagi-Kerja-Nikah-Bisnis [Resiko, kapan nikahnya??] 2. Lulus-Kerja-Nikah-KuliahLagi-Bisnis [Resiko, rela jadi kuli rendahan] 3. Lulus-Bisnis-Nikah-KuliahLagi [Resiko, kl gagal ga nikah2] Pilihan sulit memang…..

Dan alhamdulillah, Alloh memberikan opsi yang pertama tidak lama setelah status itu dibuat. Jadi bagi saya, selain berencana itu baik juga sekaligus sebagai doa kepada Sang Pemilik alam semesta.Jadi selamat berencana, jikapun takut berencana ya monggo saja. Itu pilihan hidup anda kok! 😀

https://www.kompasiana.com/parmantos/552ccc166ea834b6248b45a3/if-you-fail-to-plan-you-plan-to-fail